PERSEBAYA
Semakin menjamurnya klub klub sepakbola
di eropa pada akhir abad ke 18 juga berpengaruh terhadap negara
koloninya. Salah satunya adalah Indonesia (Hindia Belanda) yang menjadi
jajahan belanda. Hal tersebut ditandai dengan lahirnya dua klub
sepakbola pertama yaitu Sparta dan Victoria di Surabaya pada tahun 1906.
Kedua klub tersebut adalah buatan orang-orang Belanda, P. Swens, A
Mesrope, A.C Edgar dan E.W Edgar. Pada jaman tersebut, pribumi sangat
dianaktirikan, perlakuan tersebut berdampak pada sepakbola, klub-klub
tersebut hanya diisi oleh orang-orang Belanda yang ada di Surabaya.
Bahkan saat itu pemerintah kolonial saat itu juga melarang warga pribumi
bermain sepakbola di lapangan mereka.
Sepakbola seolah menyihir masyarakat
saat itu, alhasil antusiasme orang-orang Belanda yang senang akan
sepakbola membuat orang orang Belanda lain untuk membuat klub-klub baru,
akirnya muncul THOR (Tot Heil Onzer Ribbenkast), Exelsior, dan HBS
(Houdt Braef Standt). Persepakbolaan di Surabaya pada saat itu sudah
menggeliat. Puncaknya, pada saat klub tionghoa pertama di Surabaya yaitu
Tiong Hoa juara dikejuaran antar klub tionghoa yang ada diseluruh pulau
Jawa.
Sukses Tiong Hoa tersebut semakin
menggairahkan demam sepakbola saat itu. Kemudia lahirlah SVB
(Soerabaiasche Voetbal Bond) oleh orang-orang Belanda pada tahun 1910.
Adapun anggotanya pada saat itu antara lain:
- THOR (klub ini bertahan sampai sekarang, anggota klub internal Persebaya kelas I)
- Exelcior
- Ajax
- Zeemacht
- RKS
- Mena Moeria
- HBS (klub anggota kelas 2 internal persebaya, tapi singkatannya menjadi HBS (Harapan Budi Setiawan))
- Annasher (sekarang Asayabab)
- Tiong hoa
- THOR (klub ini bertahan sampai sekarang, anggota klub internal Persebaya kelas I)
- Exelcior
- Ajax
- Zeemacht
- RKS
- Mena Moeria
- HBS (klub anggota kelas 2 internal persebaya, tapi singkatannya menjadi HBS (Harapan Budi Setiawan))
- Annasher (sekarang Asayabab)
- Tiong hoa
9 klub pada saat itu, belum ada satupun orang pribumi yang bermain untuk klub-klub tersebut.
Kebangkitan arek-arek Suroboyo
Pemerintah Hindia-Belanda yang melihat
potensi yang dimiliki kota Surabaya akhirnya membangun komplek Lapangan
Tambaksari. Pada waktu itu komplek Lapangan Tambaksari terdiri dari 3
Bagian, Lapangan A sekarang Stadion Gelora 10 November, Lapangan B
sekarang menjadi lapangan Persebaya, dan Lapangan C sekarang menjadi TRS
(Taman Rekreasi Surabaya) atau lebih dikenal dengan THR.
Lambat laun, SVB (Soerabaiasche Voetbal
Bond) semakin berkembang, banyak peminat, namun juga diikuti berbagai
masalah. Kemudian, muncul saingan SVB yaitu SKVB (Soerabaische Kantorr
Voetbal Bond), dimana SKVB ini anggota klub –klubnya berasal dari
intansi-intansi Belanda. Anggota SKVB pada saat itu adalah Aniem, BPM,
Brantas, DSS, Gemeentee Sport Vereeniging, Internatio, V. SS, De
Vrijbuiters, Douane dan Factotij. Sayang, dalam perkembangannya
kompetisi ini gagal menunjukkan kualitas yang mendasari tujuan
berdirinya, yaitu memperbaiki kekurangan SVB.
Sayangnya diskriminasi terhadap pribumi
masih terjadi, banyaknya anak muda yang bermain bola dijalanan-jalanan
kota Surabaya. Prihatin dengan kondisi tersebut beberapa orang menengah
keatas di Surabaya yang melihat potensi sepak bola yang ada di Surabaya
mendorong berdirinya klub klub sepakbola pribumi. Akhirnya satu persatu
klub-klub pribumi lahir di Surabaya. Ada Selo, Maroeto, Olivio, Tjahaya
Laoet, REGO, Radio, dan PS Hizboel Wathan. Kemajuan klub-klub pribumi
semakin dapat menyaingi klub-klub Belanda, tapi karena pada saat itu
Belanda menguasai (menjajah) Indonesia, pribumi tetap menjadi korban
diskriminasi, padahal prestasi dan skill orang-orang pribumi pada waktu
itu tidak kalah dengan orang Belanda.
Persamaan nasib, persamaan visi dan
misi. Akirnya pada tahun 1927, dibawah prakarsa Paidjo dan M. Pamoedji
pada 18 Juni 1927 klub-klub pribumi membentuk SIVB (Soerabaiasche
Indische Voetbal Bond), inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya
Persebaya. Kompetisi pertama SIVB dilaksanakan di lapangan pasar turi
dengan peralatan seadanya, tapi respon masyarakat Surabaya bagus saat
itu kepada SIVB. SIVB pada tahun 1927 sampai pada awal 1930 sering
mengadakan kompetisi internal. Karena ketatnya kompetesi internal, SIVB
akirnya dapat diisi dengan pemain-pemain yang berkualitas.
Pada tanggal 19 April 1930, SIVB bersama
dengan VIJ Jakarta, BIVB Bandung, MIVB (sekarang PPSM Magelang), MVB
(PSM Madiun), VVB (Persis Solo), PSM (PSIM Yogyakarta) turut membidani
kelahiran PSSI dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo
Yogyakarta. SIVB dalam pertemuan tersebut diwakili oleh M. Pamoedji. IVB
mengadakan kompetisi Perserikatan setahun kemudian, dan prestasi SIVB
muncul pada tahun 1938, ketika itu berhasil mencapai final sebelum
dikalahkan VIJ Jakarta.
Pada tahun 1942, Jepang yang menginvasi
Indonesia mulai sedikit demi sedikit menghilangkan ke-Belanda-an
Indonesia. Hal-hal berbau Belanda harus dihapuskan, termasuk orang-orang
Belanda yang menjabat di Instansi-intansi tertinggi. Nama-nama berbau
Belandapun harus diganti, akirnya pada tahun 1943, nama SIVB berganti
menjadi PERSIBAJA (Persatuan Sepakbola Indonesia Surabaja). Padahal saat
itu prestasi SIVB yang hampir semua pemainnya adalah pribumi dan
sebagian kecil lainnya adalah tionghoa bisa dibilang sedang melejit.
Sayang mereka kembali kalah oleh Persis Solo di final.
Akirnya Persibaja yang saat itu diketuai
oleh Dr. Soewandi sukses menjadi Juara Perserikatan tahun 1950! Inilah
pertama kalinya Persibaja memperoleh juara pada kompetisi Perserikatan
setelah menang melawan Persib Bandung. Tidak sampai disitu, Persibaja
memperoleh hattrick juara setelah berturut-turut menjuarai Perserikatan
pada tahun 1950, 1951 dan 1952.
Pada tahun 1960, Persibaja berganti nama sesuai ejaan baru yaitu PERSEBAYA. Setelah berganti nama, Persebaya yang menjadi tim paling ditakuti sejak era Belanda berhasil memperoleh julukan spesialis runner-up kompetisi Perserikatan pada tahun 1965, 1967, 1971, 1973 dan 1977. Bersama PSMS Medan, PSM Makassar, Persib Bandung maupun Persija Jakarta persebaya mendominasi kancah persepakbolaan nasional.
Pada tahun 1960, Persibaja berganti nama sesuai ejaan baru yaitu PERSEBAYA. Setelah berganti nama, Persebaya yang menjadi tim paling ditakuti sejak era Belanda berhasil memperoleh julukan spesialis runner-up kompetisi Perserikatan pada tahun 1965, 1967, 1971, 1973 dan 1977. Bersama PSMS Medan, PSM Makassar, Persib Bandung maupun Persija Jakarta persebaya mendominasi kancah persepakbolaan nasional.
Bersambung…..